Kamis, 09 Oktober 2008

TENTANG INDONESIA


Fakta
Populasi: 219,9 juta (PBB, 2003)
Ibukota: Jakarta
Bahasa utama: Bahasa Indonesia, 300 bahasa daerah
Agama utama: Islam
Umur rata-rata: 65 tahun (pria), 69 tahun (wanita) (PBB)
Unit moneter: 1 rupiah (Rp) = 100 sen
Ekspor utama: Migas, plywood, tekstil, karet, minyak kelapa
Rata-rata pendapatan per tahun:: US $690 (Bank Dunia, 2001)
Internet domain: .id

Kabinet
Presiden: Susilo Bambang Yudhoyono
Wakil Presiden: Yusuf Kalla
Menteri Koordinator bidang Perekonomian: Boediono
Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan: Widodo A.S
Menteri Pertahanan: Juwono Sudarsono
Menteri Keuangan: Jusuf Anwar
Menteri Luar Negeri: Hasan Wirayudha


Koran
The Jakarta Post, bahasa Inggris
Kompas, koran terbesar
Pos Kota, koran sensasional
Republika, berbasis pembaca Muslim
Koran Tempo
Media Indonesia


TV dan Radio
Televisi Republik Indonesia (TVRI), milik pemerintah
Surya Citra Televisi Indonesia (SCTV)
Rajawali Citra TV Indonesia (RCTI)
Metro TV
Transformasi TV
TV 7
Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)
Radio Republik Indonesia (RRI), milik pemerintah
El Shinta, radio swasta dengan jaringan di sejumlah kota propinsi
Smart FM

Sabtu, 04 Oktober 2008

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM

A. AL- QUR’AN
a. Pengertian Al-qur’an
Al-qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung firman Allah, turunnya secara bertahap melalui malaikat Jibril, pembawanya Nabi Muhammad Saw, susunannya dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, bagi yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi hujjah atau bukti yang kuat atas kerasulan Nabi Muhammad Saw, keberadaannya hingga kini masih tetap terpelihara dengan baik, dan pemsyarakatannya dilakukan secara berantai dari satu generasi ke generasi lain dengan tuilsan maupun lisan.
b. Kandungan Al-Qur’an
• Mengandung masalah tauhid
• Mengandung masalah ibadah
• Mengandung masalah janji dan ancaman
• Mengandung petunjuk jalan hidup keselamatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat
• Mengandung cerita atau riwayat kehidupan untuk manusia masa lampau.
c. Mukjizat Al-qur’an
Kemukjizatan Al-qur’an secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
• Aspek bahasa Al-qur’an
• Aspek sejarah
• Isyarat tentang ilmu pengetahuan
• Konsistensi ajaran selama proses penurunan yang panjang
• Keberadaan Nabi Muhammad yang Ummi.


B. HADITS
a. Pengertian Hadits
Kumpulan-kumpulan tindakan dan ucapan-ucapan Nabi, yaitu yang biasanya dinamakan “Hadits” arti kata itu adalah “kata-kata” tetapi yang dimaksudkan ialah ucapan-ucapan dan tindakan.
b. Unsur-unsur hadits
• Sanad adalah jalur atau jalan periwayatan hadits dari beberapa rangkaian orang yang terlihat dalam periwayatan hadits tersebut
• Matan adalah isi dari hadits atau reaksi dari hadits, di dalamnya inti hadits atau kontennya
• Rawi adalah mempelajari banyak hadits, mengetahui banyak hadits, menuliskannya, mengklasifikasikan dan melakukan penelitian serta menyebarkannya.
c. Istilah-istilah dalam hadits
• Sanad: Jalan menuju lafadh hadits. Misalnya, A meriwayatkan hadits dari B, ia meriwayatkan hadits dari C, ia meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
• Jalan lain: Sanad lain.
• Hadits: Perbuatan, perkataan, keputusan, dan pengakuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
• Sunnah: Hadits.
• Atsar: Ada ulama berkata, “Atsar identik dengan hadits, sebagaimana hadits marfu’ dan mauquf dikatakan atsar.
• Hadits Qudsi: Apa-apa yang disandarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Allah selain Al-Qur’an.
• Hadits Shahih: Hadits yang memiliki sifat-sifat yang membuat hadits itu diterima.
• Sifat-sifat hadits yang diterima:
o Sanadnya harus muttasil (bersambung), artinya tiap-tiap perawi betul-betul mendengar dari gurunya. Guru benar-benar mendengar dari gurunya, dan gurunya benar-benar mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
o Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.
o Betul-betul hafal.
o Tidak bertentangan dengan perawi yang lebih baik dan lebih dapat dipercaya.
o Tidak berillat, yakni tidak memiliki sifat yang membuat haditsnya tidak diterima.
• Hasan: Hadits yang sanadnya bersambung perawi adil, yang hafalannya kurang sedikit dibanding dengan perawi-perawi hadits shahih. Tidak bertentangan dengan perawi-perawi yang lebih dapat dipercaya, dan tidak memiliki cacat yang membuat hadits tersebut tidak diterima.
• Hukum hadits hasan: seperti hadits shahih, dapat dibuat pedoman dan dijalankan, namun bila diantara hadits shahih dan hadits hasan bertentangan, maka didahulukan adalah hadits shahih.
• Hadits Dhaif: Hadits yang tidak memiliki sifat-sifat hadits-hadits shahih dan sifat-sifat hadits hasan.
• Hukum hadits dhaif: Tidak boleh dijadikan pedoman dalam masalah akidah dan hukum-hukum agama. Boleh dijalankan dalam masalah-masalah yang dianggap baik, anjuran, peringatan dengan syarat-syarat tertentu.
• Hadits Marfu’: Perkataan, perbuatan, pemutusan, atau pengakuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baik sanadnya bersambung atau tidak. Contoh hadits marfu’: hadits muttasil, musnad, mursal, dll.
• Hukum hadits marfu’: kadang-kadang shahih, hasan, dan dhaif.
• Musnad: hadits yang sanadnya bersambung dari perawi ke perawi sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, hadits maqthu’, munqathi, hadits yang dita’liq dan mursal tidak termasuk hadits musnad.
• Hukum hadits musnad: Kadang-kadang shahih, hasan, dhaif.
• Muttasil (mausul): Hadits yang sanadnya bersambung dari perawi mendengar dari perawi sampai pada Nabi atau hanya sahabat-sahabat saja. Hadits mauquf dan munqathi’ kadang-kadang termasuk hadits muttasil.
• Mauquf: Perkataan atau perbuatan sahabat, sanadnya bersambung atau tidak. Contoh: hadits munqathi’. Hadits marfu dan mursal tidak termasuk hadits mauquf.
• Munqathi’: Hadits yang salah satu dari perawi tidak disebut, dengan syarat perawi yang tidak disebut itu bukan sahabat. Contoh: hadits marfu’, mursal, dan mauquf. Hadits munqathi’ termasuk hadits dhaif.
• Mursal: Apabila ada tabi’in berkata, “Nabi bersabda…….tanpa menyebutkan perawi dari sahabat, maka hadits tersebut termsuk mursal. Contoh: hadits munqathi’ dan hadits mu’dlal. Hukumnya sama seperti hadits dhaif.
• Muallaq (hadits-hadits yang dita’liq): Hadits yang permulaan sanadnya tidak tersebut. Contoh: setiap hadits yang sanadnya tidak bersambung.
• Gharib: Hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi dan perawi lain tidak meriwayatkan hadits tersebut. Hukumnya kadang-kadang shahih, hasan namun kebanyakan hukumnya dhaif.
• Masyhur: Hadits yang diriwayatkan oleh tiga perawi keatas, walaupun dalam satu tingkat perawi (perawinya sama-sama sahabat). Hukumya shahih, hasan atau dhaif.
• Mutawattir: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi banyak dari perawi banyak.
• Mubham: Hadits yang dalam sanadnya atau matannya ada orang yang tidak disebut. Hukumnya, jika perawinya yang tidak diketahui, hukumnya dhaif.
• Syadz: Hadits yang diriwayatkan oelh orang yang dapat dipercaya, matan atau sanadnya bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih dipercaya. Lawan syadz adalah mahfud (yang terjaga). Hukumnya dhaif dan ditolak.
• Mudraj: Idraj (sisipan) ada dua; 1. Lafadh hadits yang disisipi, 2. Sanad hadits yang disisipi. Lafadh hadits yang disisipi: sebagian perawi menambah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa diberi tahu atau diberi tanda. Hukumnya shahih, atau dhaif.
• Maqlub: Menangani sesuatu dengan yang lain dalam hadits, adakalanya kalimat hadits dibalik, dll. Hukumnya harus dikembalikan pada asalnya.
• Mudhtarib: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi, kemudian ditempat lain dia meriwayatkan hadits tersebut dengan arti yang berbeda. Hukumnya dhaif.
• Ma’lul: Hadits kalau dilihat dhahirnya baik, namun setelah diteliti oleh ahli hadits, ternyata ada hal yang membuat hadits tersebut tidak bisa dikatakan shahih. Hukumnya dhaif.
• Matruk: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang sudah disepakati oleh para ulama bahwa dia dhaif. Adakalanya dia bohong, keliru, atau fasik. Hukumnya tidak dianggap, juga tidak boleh dibuat pedoman atau dibuat syahid.
• Maudlu’: Hadits buatan perawi, lalu disandarkan kepada rasul, sahabat, atau tabi’in. Hukumnya tidak boleh diriwayatkan atau diajarkan kecuali ada tujuan agar orang yang mendengar atau yang membacanya berhati-hati.
• Munkar: Seperti hadits syadz, hadits munkar tidak boleh diterima, apabila perawinya bertentangan dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.
• Syahid: Arti hadits yang cocok dengan arti hadits lain, hanya saja sahabat yang meriwayatkannya berlainan.
• La ba’sa bihi: Perawi tidak memiliki cacat. Ibnu Mu’in berkata, “perawi tersebut dapat dipercaya.”
• Shaduuq: Ibnu Abi Hatim berkata, “Ia dapat dipercaya.”
• Sahabat: Orang yang bertemu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beriman kepadanya sampai mati.
• Tabi’in: Orang yang bertemu dengan sahabat dan mati dalam keadaan muslim.

C. IJTIHAD
a. Pengertian ijtihad
Ijtihad menurut bahasa adalah berasal dari kata jahada yang artinya: mencurahkan segala kemampuan, atau menanggung beban kesulitan. Jadi arti ijtihad menurut bahasa adalah mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan.
b. Syarat-syarat ijtihad
• Hendaknya seseorang mempunyai pengetahuan bahasa Arab, dari segi sintaksis dan filologinya
• Hendaknya seseorang mempunyai pengetahuan tentang Al-qur’an
• Hendaknya seseorang mempunyai pengetahuan Al-Sunnah
• Hendaknya ia mengerti segi-segi qiyas
c. Jenis-jenis ijtihad
• Al-Mujtahidun fis syar’i, yaitu mujtahid mutlak.
• Mujtahid Muntasib
• Mujtahid dalam Madzhab.
• Mujtahidun dan Murjihun
• Tingkatan muhafidhin

KEDUDUKAN DAN FUNGSI MANUSIA

a. Kedudukan manusia sebagai khalifah
Selain bertugas sebagai hamba yang harus selalu mengabdi, manusia hidup di dunia memiliki kedudukan terhadap makhluk-makhluk yang lainnya. Fungsi ini dinamakan dengan fungsi kekhalifahan (khilafah), sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah;
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al-Baqarah:30)
Khalifah secara bahasa berarti pengganti atau wakil. Maka manusia di muka bumi ini menjadi khalifah Allah, atau wakil Allah. Ibnu Jarir at-Thabari menjelaskan, bahwa Allah mengangkat manusia sebagai khalifah-Nya untuk menggantikan Allah dalam memutuskan perkara secara adil terhadap makhluk-makhluk Allah.
Dr. Quraisy Syihab menjelaskan tentang kekhalifahan ini, “Ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”.Pengangkatan manusia sebagai khalifah ini berkaitan dengan anugerah sifat ketuhanan kepada manusia, di antaranya adalah kehendak (iradah). Manusia yang bebas berkehendak dan bebas memilih ini diuji oleh Allah, mau berkehendak yang sesuai dengan Dzat yang mewakilkan atau tidak. Dan kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas jabatannya sebagai khalifah itu di akhirat.
b. Misi dan fingsi penciptaan manusia
Misi dan fungsi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada Sang Penciptanya, Allah SWT. Pengertiaan penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam salat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertikal maupun horizontal.
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan, karena Allah tidak membutuhkan sedikit pun pada manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka member Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan Lagi Sangat Kokoh”. (Az-Zaariyaat,51:56-58)

c. Pembagian manusia sebagai hamba Tuhan sekaligus khalifah-Nya
1. Golongan yang tidak tahu atau tidak sadar yang mereka itu hamba Tuhan dan khalifah-Nya
2. Golongan yang tahu bahwa mereka adalah hamba dan khalifah Allah di bumi tetapi rasa kehambaan dan kekhalifahannya tidak ada atau tidak wujud.
3. Golongan yang merasa kehambaan dan kekhalifahan kepada Allah di bumi. Rasa kehambaan dan rasa kekhalifahannya kepada Allah itu kuat.
4. Golongan yang sifat kehambaannya dan memperhambakan diri kepada Allah lebih menonjol daripada kekhalifahannya kepada Allah.
5. Golongan yang sifat kekhalifahannya kepada Allah lebih menonjol daripada sifat kehambaannya